Halaman

Rabu, 27 Juni 2012

hape yang gue taksir berraaaatttt.....





samsung galaxy mini..... proposalnya belum di acc sama yayang bos. harus sabar dulu deh...

Senin, 25 Juni 2012

Teri; my favorite menu!

Ikan teri mudah didapat hampir di seluruh perairan Indonesia. Oleh karena itu, ikan teri menjadi salah satu ikan yang cukup banyak dikonsumsi sebagai lauk pauk.Ikan teri banyak jenisnya, namun yang cukup populer di kalangan ibu-ibu adalah ikan teri nasi atau teri medan dan ikan teri jengki. Sejauh ini, minat terhadap ikan teri jengki ini lebih dikarenakan bentuknya yang kecil dan praktis untuk dimasak, harganya yang relatif murah, dan ketersediaannya yang sangat banyak. Tapi belum banyak yang tahu bahwa dibalik tubuhnya yang mungil, teri jengki (Stolephorus insularis) menyimpan banyak manfaat yang baik bagi tubuh.
ikan teri jengki mengandung kalsium dan fluor dalam bentuk senyawa CaF2 dalam konsentrasi yang cukup besar. Karena ikan ini mudah rusak, perlu dilakukan suatu cara untuk mengawetkannya. Cara yang lazim dipakai adalah pengasinan. Ternyata, proses pengawetan maupun pemasakan ikan teri jengki ini tidak mempengaruhi CaF2 yang dikandungnya. Kandungan kalsiumnya yang tinggi membuat ikan teri jengki ini sangat baik untuk mencegah pengeroposan tulang atau osteoporosis. Ikan teri merupakan sumber kalsium yang tahan dan tidak mudah larut dalam air. Selain itu, fluor yang dikandungnya juga sangat bermanfaat bagi kesehatan gigi. Fluor adalah elemen penting dalam mencegah karies atau lubang gigi. Fluor akan bereaksi dengan hidroksi apatit yang terdapat pada email gigi menjadi senyawa fluor apatit yang lebih tahan terhadap asam. Dengan demikian mineral gigi menjadi tidak mudah larut dan karies lebih sulit terjadi.
Dalam bidang kedokteran gigi, fluorida sudah lama meraih popularitas sebagai agen anti karies. Produk yang mengandung fluor ini dipasarkan dalam berbagai bentuk, seperti obat kumur, suplemen, dan aplikasi fluor topikal dan pasta gigi. Selain itu, fluor banyak terkandung dalam makanan laut dan teh. Pada ikan laut, ion fluor ini banyak terdapat dalam kulit dan tulangnya. Saat kita mengkonsumsi ikan teri, hampir seluruh bagian tubuh ikan ini turut dikonsumsi, termasuk tulangnya. Maka dari itulah, ikan teri jengki menjadi sumber fluor yang relatif lebih mudah didapat dan murah harganya.
Komposisi 100 gr / 1 ons ikan teri :
  • Protein 33,40%
  • Lemak 3,00%
  • Fosfor 1,50%
  • Besi 0,0036%
  • Vitamin B1 0,15 mg %
  • Energi 77 kkal
  • Kalsium 500 mg – 1200 mg
  • Vit A RE 47
Menurut sumber yang lainnya kandungan nutrisi dalam 85 gram teri segar :

  • Calories: 111.35
  • Total Fat: 4.114 g
  • Saturated Fat: 1.09 g
  • Monounsaturated Fat: 1.005 g
  • Polyunsaturated Fat: 1.391 g
  • Cholesterol: 51 mg
  • Sodium: 88.4 mg
  • Total Carbohydrate: 0 g
  • Dietary Fiber: 0 g
  • Sugars: 0 g
  • Protein: 17.298 g
  • Vitamin A: 42.5 IU
  • Vitamin C: 0 mg
  • Calcium: 124.95 mg
  • Iron: 2.763 mg
Jadi coba biasakan makan ikan teri 50 gr saja sehari maka sehatlah selalu tulang dan gigi anda. Amin.

Selasa, 12 Juni 2012

memangnya apa cita-citaku???


Sabtu sore yang teduh. Saatnya kembali ke barak. Salah satu agenda pekanan hari ini adalah mengisi biodata. Banyak data yang harus diisi. Biasa saja. Seperti mengisi data-data yang lain. Tapi ada sebuah isian yang membuatku terperanjat; cita-cita.
What!!!
Jika aku masih 6 tahun atau 8 tahun, mungkin aku akan sangat bersemangat menyatakan cita-citaku sebagai dokter, pilot, presiden. But, now?? Aku?? Ibu-ibu almost 30tahun yang selalu terbirit-birit diburu rutinitas. Dan ditanya cita-cita. Pliss dehhh….
Sampai pertemuan usai, kolom cita-cita masih belum ku isi. Pikiranku masih tertuju pada kata-kata itu; cita-cita. Memangnya apa cita-citaku?? Sekarang, hari ini, disini, diriku?
Dulu aku pernah bercita-cita menjadi TKW ke hongkong tapi gagal. Lalu, ku gantungkan cita-citaku menjadi jaksa, pun raib. Setelah itu aku ingin sekali menjadi ketua komnas perlindungan anak menggantika Kak Seto. Sampai detik ini cita-citaku itupun masih diangan.
Dan hari ini aku ditanya cita-cita. Berfikir agak lama. Apa sih yg bener-bener ku inginkan saat ini. Ku temukan beberapa jawaban; aku ingin menyempatkan diri memasak agar suami dan anakku bias makan dirumah, aku ingin mengaji tiap hari biar anakku terbiasa mendengar ibunya mengaji, aku ingin menyempatkan diri bersih-bersih rumah biar mertuaku bangga padaku. Aku ingin…., aku ingin…..
Ku simpulkan, cita-citaku saat ini adalah menjadi orang yang memberikan sebanyak-banyak manfaat untuk orang disekitarku. Sekarang, hari ini, disini, diriku.
Dan syukurlah. Untuk menjadi seperti yang ku cita-citakan itu tidak perlu menjadi dokter, presiden, pramugari, jaksa, TKW sukses.
Menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Cihhuyyy itulah cita-citaku.

Senin, 11 Juni 2012

Ayah Ibu, Mendongenglah! (dimuat di majalah Kotak Amal)


Nun jauh disebuah dusun kecil di selatan jawa timur. Tinggallah sebuah keluarga miskin. Tak ada yg istimewa. Seperti keluarga miskin kebanyakan. Yang menakjubkan hanyalah, setiap malam setelah ngaji di mushola kecil, rumah yang terbuat dari bambu itu selalu ramai oleh anak-anak kecil. Ada apa gerangan? Rupanya yang pemilik rumah, yang merupakan ayah dan ibu dari tiga orang anak-anak yang hebat sedang memberikan cerita atau mendongeng untuk anak-anaknya. Sang ayah yang tidak lulus SMP dan sang ibu yang hanya bersekolah sampai kelas 2 SD dan buta huruf selalu bergantian mendongeng untuk anak-anaknya. Karena dongeng itu dianggap menarik, maka anak-anak tetanggapun ikut mendengarkan.
Macam-macam dongengnya, tentang si Pitung, tentang Arya Kamandanu, tentang hikayat para Nabi sampai dongeng dari negeri antah berantah. Cerita itu begitu hidup, begitu nyata dan kami sering meminta sang ayah untuk bercerita hingga larut malam. Pagi harinya, ke tiga anak itu bangun dengan semangat para petualang, dengan semangat ingin selalu mencoba hal-hal baru. Sebuah hari yang mengesankan.
Sampai bertahun-tahun kemudian, kisah-kisah heroik masa kecil itu telah mengispirasi tiga anak kecil itu untuk hidup dengan semangat petualangan. Mereka ingin merasakan bagaimana asiknya menyeberangi laut merahl yang dibelah. Mereka ingin merasakan panasnya di bakar kayu bakar bak Nabi Ibrahim. Mereka ingin merasakan bagaimana rasanya mengusir penjajah belanda seperti si Pitung. Dan kisah-kisah heroik itu telah melontarkan langkah kaki kecil mereka jauh menerobos ketidakmungkinan dan keterbatasan.
Semangat hidup bertualang ini telah membawa anak-anak ini jauh melampaui dugaan banyak orang. Anak-anak petani miskin ini, berhasil menyelesaikan kuliahnya, strata satu, yang dulu seperti hal yang mustahil bagi keluarganya dan orang-orang di sekitnya. Dan ketiganya berhasil memasuki perguruan tinggi negeri bergengsi di jawa timur  ini tanpa sokongan financial dari orangtuanya yang hanya seorang petani miskin. Dengan semangat petualangan itu, si sulung menyelesaikan pendidikan strata satu dengan mengajar les sana sini, si nomer dua menyelesaikan perguruan tingginya dengan berjualan jilbab, baju dan buku-buku, si nomer tiga yang masih duduk di bangku kuliah semester tujuh menghidupi dirinya dengan lomba-lomba karya tulis ilmiah dan beasiswa.
Bagaimana jika sang ayah dan ibu tidak mendongeng dan menceritakan tentang ‘betapa menariknya dunia diluar sana’. Mungkin ke tiga anak ini tak akan bisa membuat dongengnya sendiri. Mungkin ke tiga anak ini sekarang hanyalah perempuan desa yang hari-harinya habis untuk bercocok tanam disawah. Dan mungkin cerita ini tidak pernah ada.
Ayah, Ibu, jangan pernah meremehkan cerita. Karena kita tidak pernah tau sejauh apa cerita itu menginspirasi anak-anak kita.


Selasa, 08 Mei 2012

tulisan september 2008

Adikku. Puji Anik Mulyani. Sosok yang benar-benar berbeda
denganku. Tidak hanya fisik kami. Ia memiliki tinggi 167 cm. Sedang aku tak
lebih dari 150 cm. Ia menyukai ilmu matematika, berhitung dan angka-angka. Ia
memilih jurusan Akuntansi. Aku pernah dikeluarkan dari kelas karena nyontek
pada saat ulangan matematika dan aku selalu panas dingin karena pelajaran
akuntansi (meskipun di SMEA aku mengambil jurusan Akuntansi hanya karena
Akuntansi jurusan terbagus di SMEA dan Danemku bisa masuk jurusan itu). Aku menyukai
bahasa, puisi, cerita bohong dan gumam metaforis. Adikku meyukai peraturan dan
target. Di kamarnya terpampang target harian, mingguan dan semesteran. Semester
sekian harus bisa ini, bulan depan harus itu. Ia menyukai gerak teknis dan
mekanis. Bangun pagi, berangkat kuliah, sesekali rapat organisasi, pergi
ngelesi, belajar, tidur, bangun sholat malam. Begitu setiap hari. Aku mengalir
seperti air. Atau air yang tidak pernah mengalir dan menjadi sarang jentik
nyamuk.

 Sesekali adikku menulis cerpen.
Hanya untuk satu alasan, mendapatkan honor. Ia menyuruhku mengomentari
cerpennya. Ku katakan padanya, cerpennya bagus, tetapi sebaiknya ia menulis
buku Teori Ekonomi Mikro atau Pengantar Akuntansi daripada menulis puisi (untuk
tidak mengatakan dia tak berbakat jadi cerpenis). Sedang aku menulis untuk
diriku sendiri. Menulis membuatku lega. Meluruhkan beban-bebanku. Membuatku
bebas dan merdeka. Tak pernah berfikir honor atau royalty. Tak pernah berfikir
penilaian tentang tulisanku. Aku hanya ingin menulis (dan oleh karenanya aku
ingin jadi penulis, orang yang menulis).
 Kami memang sama-sama suka baca.
Tetapi sudah tentu bacaan kami berbeda. Aku menikmati Zawawi Imron, Taufik
Ismail, Pramudya, Ahmad Tohari, sesekali Ayu utami dan Jenar dan sejenisnya. Berkali-kali
ku tawari untuk membacanya juga. Tapi ia selalu menggeleng. Dan adikku
mengakrabi Statistika untuk bisnis, Pengantar Teori Mikro, Akuntansi Lanjutan
dan sejenisnya. Aku lupa apa dulu aku juga suka membaca buku2 referensi kuliahku.
Seingatku aku tak pernah beli buku kuliah. Akhir-akhir ini ia memang suka
membaca Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan atau Ma’alim Fithoriq. Tapi ia jadi
sering bertanya, ”Ini maksudnya apa?”.
Ia sulit menerima sesuatu yang baru. Sesuatu yang tak lazim. Ia mengomel
dengan kebiasaanku mandi malam, diatas jam 10. ia heran mengapa aku cepat akrab
dengan orang asing terutama lelaki. Aku sebaliknya. Aku menyukai sesuatu yang
berbeda denganku. Aku menganggap perbedaan adalah petualangan yang
menyenangkan. Maka aku berkenalan dengan siapa saja, yang kadang dianggap aneh
oleh adikku.
 Kami juga berbeda selera makan.
Makan bagi aku hanya satu cara untuk melanjutkan hidup. Hanya sebuah proses
biologis, lapar-makan. Tapi bagi adikku, makan adalah bagian dari peradaban
masa depan. Sayur, lauk, sesekali susu harus tersedia. ”Ini untuk anak-anak
kita yang akan kita lahirkan kelak. Agar nantinya lahir sehat”. Wow sungguh visioner!!!. Bahkan aku tak bisa membedakan
rasanya Mie Instan Ayam bawang dengan soto. Seorang teman pernah memberiku
jeruk, katanya untuk dimasak. Aku tanya, dimasak apa jeruk kayak gini, dia
bilang ”kasihkan adikmu ia sudah tau harus dimasak apa”. Alamaaak!!! Apa aku
sebego itu tentang masakan.
 Adikku tetaplah makhluk yang
teristimewa. Yang membuatku bisa berbuat apa saja. Aku mungkin lebih bahagia.
Aku menjadi diriku sendiri. Tanpa aturan tanpa beban tanpa target. Bebas dan
merdeka. Atau aku salah. Justru peraturan dan target itulah yang membuat adikku
lebih berarti. Lebih bermakna. Bahkan lebih bahagia. Yang jelas, aku tak pernah
lebih baik dari adikku.

adikku, aku sangat menyayanginya….
sudah terlalu larut dan aku belum tidur…
besok, ia akan mengomel karena aku sulit dibangunkan sholat malam.